Cinta harus dilihat dengan mata bathin, dan kebanyakan manusia memandang cinta hanya berhenti di mata kepala, sehingga seringkali tidak mampu menangkap kemurnian jiwa, kesejukan bathin dari mencinta dan dicinta. Karena itu, mereka yang senantiasa mampu menggunakan mata bathinnya untuk melihat segala hal, ia akan melihat siapapun dan apapun dengan cinta. “Karena Allah pun teramat cinta kepada yang mempersembahkan cinta kepada-Nya”.
“Lalu kenapa ada orang yang saling membenci, bertengkar dan saling bermusuhan?” tanyanya lagi. Itulah kehebatan Allah. Dia ciptakan manusia dengan bentuk yang sempurna sehingga dengan kesempurnaan yang dimilikinya itu, manusia bisa menangkap kesan yang lain, tidak hanya cinta. Ada benci, marah, kecewa, senang, tertawa, sedih dan masih banyak lagi. Tak perlu takut, semua itu salah satu anugerah dari-Nya yang patut kita syukuri. Sudah menjadi fitrah manusia tidak menyukai sesuatu yang tidak disenanginya, artinya sesuatu hal yang tidak berkenan, tidak sesuai dengan hati nuraninya, adalah sangat manusiawi jika dibenci. Dan adalah fitrah manusia juga untuk kecewa jika sesuatu tak seperti harapannya, tak seindah mimpinya.
Masalahnya kemudian, bagaimana manusia mengkondisikan hatinya agar senantiasa condong kepada kebenaran, sehingga benci, marah dan kecewa serta sedihnya hanya kepada kebathilan, kesemena-menaan, kezhaliman, keserakahan dan bahkan kesombongan diri, juga dosa yang dilakukannya.
“Bagaimana dengan tersenyum dan tertawa?” Senyum dan tawa adalah sebuah refleksi, sama seperti benci, marah dan sedih. Hanya bedanya, biasanya senyum dan tawa adalah cermin dari keberhasilan, kemenangan dan prestasi seseorang akan sesuatu. Tak perlu merasa bersalah hanya karena tersenyum dan tertawa. Mungkin Allah menciptakan rasa itu untuk melatih manusia. “Bukankah semua hamba-Nya yang sholeh kelak akan tersenyum di hadapan Allah yang menghadirkan keagungan wajah-Nya?” jelas sang Ibu sambil mengusap kening anaknya yang serap-serap mulai terbuai ke alam tidurnya.
Lama ia dibuai cinta sang Ibu, dengan sentuhan lembut ibunya ia memainkan nyanyian dawai-dawai indah yang bergelung-gelung dialam mimpinya. Ia merasakan kehangatan hidup, keceriaan dunia. Mungkin karena usianya yang memang belum pantas merasakan kegetiran dan kepahitannya. Untuk sementara ibunya membiarkan mimpi anaknya tak terusik oleh kepayahan mencari sesuap nasi yang dijalaninya, juga hantaman kerikil di sepanjang jalan yang disusurinya. Terik dan hujan menjadi baluran tubuhnya sehari-hari, demi satu cita, tak kan membiarkan dimasa depan anaknya mengeluarkan keringat dan darah seperti yang dialaminya kini. Mungkin semua orangtua mempunyai mimpi yang sama. Hingga dengan demikian sang ibu semakin sadar bahwa hanya Tuhanlah yang selama ini menguatkan, mempertebal kesabaran serta menanamkan keyakinan dihatinya, bahwa esok matahari masih akan terbit.
Dan menjelang fajar, seusai kesejukan membasuh seluruh tubuh untuk kemudian bersimpuh dihadapan-Nya. Tak terasa air bening mengalir membasahi pipi, untaian kata pinta yang tak pernah berhenti, yang tak pernah berhias putus asa, yang tak diiringi penyesalan akan beban hidup yang saat ini diamanahkan kepadanya. Terkadang ada tangis yang begitu keras sekeras benturan kehidupan yang menerpanya, hingga tak sadar tangisannya itu menyentuh relung bathin anaknya sampai terbangun.
“Kenapa ibu menangis?” Menangis adalah satu anugerah Allah lainnya nak. Menangis adalah wujud dari kelemahan manusia yang jelas-jelas kekuatannya sangat terbatas. Menangis adalah pembuktian akan adanya Yang Maha Kuat yang memiliki kehendak diatas segala mau dan keinginan manusia. Tak perlu malu untuk menangis, karena dengan menangis kita tengah melunturkan kesombongan, kepekatan hati yang penuh noda hitam dari setiap detik hidup yang berlumur salah, juga menghilangkan penyakit-penyakit lainnya yang kerap hinggap di kalbu.
Menangis tidak mesti dengan air mata, meski biasanya selalu dengan itu. Air bening yang membasahi mata akan membasuh dosa yang berawal dari penglihatan manusia. Kemudian airnya turun menyejukkan wajah kita. Itulah cara Allah membersihkan wajah manusia yang coreng-moreng oleh kekhilafannya. Maka dengan menangis setiap hari, wajah menjadi bersih, hati pun sejuk kembali dan kebeningan mata yang sudah terhapuskan pekatnya, memberikan keindahan tersendiri. Semua itu, hanya agar manusia dapat melihat surga. Wallahu ‘a’lam bishshowaab (Shidiq IM-3)
0 komentar:
Posting Komentar